Tersebar di kalangan orang-orang yang
tidak suka terhadap Islam bahwa Islam telah memenjarakan wanita di dalam rumah,
sehingga ia tidak boleh keluar dari rumah kecuali ke kubur. Apakah ini mempunyai
sandaran yang shahih dari Al Qur'an dan As-Sunnah? Atau dari sejarah muslimat
pada tiga kurun yang pertama yang merupakan sebaik-baik kurun? Tidak!, sama
sekali tidak!..., karena Al Qur'an telah menjadikan laki-laki dan wanita sebagai
partner dalam memikul tanggung jawab yang terbesar dalam kehidupan, yaitu
tanggung jawab untuk beramar ma'ruf dan nahi munkar.
Allah SWT berfirman:
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meryuruh (mengerjakan) yang ma'ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zatat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya..." (At-Taubah: 71)
Untuk menerapkan prinsip ini kita
dapatkan seorang wanita di masjid memprotes Amirul Mu'minin Umar Al Faruq ketika
berpidato di atas mimbar di hadapan masyarakat. Maka begitu mendengar, beliau
pun berbalik mengikuti pendapat wanita itu dan Umar berkata dengan lantang,
"Wanita itu benar dan Umar salah.
Rasulullah SAW juga bersabda, "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah)
Para ulama sepakat bahwa wanita muslimah
juga termasuk di dalam makna hadits ini, maka wajib bagi wanita untuk mencari
ilmu yang dapat meluruskan aqidahnya dan meluruskan ibadahnya serta menentukan
perilakunya dengan tata cara yang Islami. Baik dalam berpakaian dan yang lainnya
dan mengikuti ketentuan Allah dalam hal yang halal dan yang haram serta hak-hak
dan kewajiban. Sehingga memungkinkan dirinya untuk meningkat dalam ilmu dan
sampai pada tingkatan ijtihad. Suaminya tidak berhak untuk melarangnya dari
mencari ilmu yang wajib baginya, apabila suaminya tidak mampu untuk mengajarinya
atau tidak mau mengajarinya.
Para isteri sahabat dahulu pergi
menghadap Rasulullah SAW untuk bertanya mengenai berbagai persoalan yang mereka
hadapi, dan mereka tidak merasa malu untuk ber-tafaqquh dalam bidang
agama.
Shalat berjamaah bukanlah merupakan
suatu keharusan bagi kaum wanita sebagaimana itu dituntut bagi kaum pria. Karena
shalat di rumahnya boleh jadi lebih utama sesuai dengan kondisi dan risalahnya.
Akan tetapi tidak boleh bagi laki-laki untuk melarangnya jika ternyata ia suka
shalat berjamaah di masjid. Nabi SAW bersabda, "Janganlah melarang hamba-hamba
Allah (wanita) ke masjid-masjid Allah." (HR. Muslim)
Diperbolehkan bagi wanita keluar dari
rumahnya untuk memenuhi keperluan suaminya, keperluannya atau keperluan
anak-anaknya, baik di kebun atau di pasar. Sebagaimana dilakukan oleh Asma'
binti Abu Bakar, ia pernah berkata, "Saya pernah memindahkan biji kurma di atas
kepala saya dari daerahnya Zubair (suaminya) yaitu Madinah dalam jarak dua
pertiga pos."
Wanita juga diperbolehkan keluar bersama
tentara untuk melakukan tugas pengobatan dan perawatan dan lain sebagainya,
yaitu berupa pelayanan yang sesuai dengan fithrah dan
kemampuannya.
Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dari
Rubayyi' binti Mu'awwidz Al Anshariyah, ia berkata, "Kita dahulu pernah
berperang bersama Rasulullah SAW, kita memberi minuman kepada kaum dan memberi
pelayanan dan mengembalikan orang-orang yang terbunuh dan terluka ke
Madinah."
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari
Ummi 'Athiyah, ia berkata, "Saya berperang bersama Rasulullah SAW sebanyak tujuh
peperangan, saya berada di belakang mereka, untuk membuatkan makanan untuk
mereka, mengobati orang-orang yang terluka dan merawat orang yang
sakit."
Inilah aktivitas yang sesuai dengan
tabiat wanita dan profesinya, adapun membawa senjata dan berperang serta
memimpin satuan tentara maka itu bukan profesinya. Kecuali jika kebutuhan
memaksa demikian, ketika itu maka ia ikut serta dengan kaum pria dalam melawan
musuh-musuh sesuai dengan kemampuannya. Seperti yang dilakukan oleh Ummu Sulaim
pada perang Hunain yaitu membawa sabit (pisau). Ketika ditanya oleh suaminya
yang bernama Abu Thalhah, maka ia mengatakan, "Saya mengambil pisau, agar jika
ada seorang musyrik mendekati aku maka akan aku tusuk
perutnya."
Ummu 'Imarah pernah teruji dengan ujian
yang baik pada perang Uhud, sampai Nabi SAW memujinya dan juga dalam perang
melawan kemurtadan. Ia juga ikut di berbagai peperangan yang lain, sehingga
ketika Musailamah Al Kazzab terbunuh, ia kembali dengan sepuluh luka dalam
tubuhnya.
Jika di suatu masa wanita telah
terkungkung jauh dari ilmu pengetahuan, dan dijauhkan dari kancah kehidupan,
dibiarkan secara terus menerus tinggal di dalam rumah, seakan-akan sepotong
perkakas rumah, tidak diajari oleh suaminya, dan tidak diberi kesempatan untuk
belajar sehingga keluar ke masjid saja dianggap haram, jika gambaran ini menjadi
membudaya pada suatu masa, maka dasarnya adalah kebodohan dan ekstrimitas serta
penyimpangan dari petunjuk Islam dan mengikuti taqlid secara berlebihan dalam
ketidak berkembangan yang tidak diizinkan oleh Allah. Islam tidak bertanggung
jawab terhadap berbagai tradisi yang dibuat-buat di masa lalu, sebagaimana Islam
tidak bertanggung jawab terhadap tradisi-tradisi lainnya yang dibuat-buat saat
ini.
Sesungguhnya tabiat Islam adalah tawazun
serta adil dalam segala aturannya dan segala seruannya, berupa hukum-hukum dan
tata cara kehidupan. Ia tidak memberikan sesuatu untuk mengharamkan yang
lainnya, ia juga tidak membesar-besarkan sesuatu atas kerugian yang lain, ia
tidak berlebihan dalam memberikan hak-haknya dan tidak pula dalam menuntut
kewajiban-kewajibannya.
Oleh karena itu bukanlah stressing yang
ditekankan oleh Islam untuk memanjakan wanita di atas kerugian laki-laki dan
juga tidak menzhalimi wanita karena kepentingan laki-laki. Tidak pula penekanan
Islam itu pada memperturutkan keinginan-keinginan wanita lebih atas perhitungan
risalahnya, dan tidak pula memperturutkan laki-laki melebihi perhitungan
kehormatan wanita. Akan tetapi kita dapatkan bahwa sikap Islam terhadap wanita
itu tergambar sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Islam senantiasa
memelihara tabiat wanita dan kewanitaannya yang telah diciptakan oleh Allah, dan
Islam memelihara wanita dari cengkeraman orang-orang yang buas yang
menginginkannya secara haram. Dan memeliharanya dari kekerasan orang-orang yang
memanfaatkan kewanitaannya untuk menjadi alat perdagangan dan mencari keuntungan
yang haram.
2. Sesungguhnya Islam menghormati tugas
wanita yang mulia yang mempunyai kesiapan dengan fithrahnya, yang telah dipilih
oleh penciptannya dan yang telah dikhususkan dengan satu sisi yang lebih memadai
daripada sisi yang dimiliki kaum laki-laki, yaitu rasa kasih sayang dan
kelembutan perasaan. Mereka sangat respek dalam melaksanakan risalah keibuan
yang penuh kasih sayang yang mengelola pabrik yang terbesar pada ummat ini,
itulah pabrik yang memproduksi generasi masa mendatang.
3. Sesungguhnya Islam menganggap rumah
sebagai kerajaan besar bagi wanita. Di sini wanita sebagai pengelolanya, ia
sebagai isteri suaminya, partner hidupnya, pelipur laranya, dan ibu bagi
anak-anaknya. Islam mempersiapkan profesi wanita untuk mengatur rumah dan
memelihara urusan suami dan mendidik anak-anak dengan baik dalam masalah ibadah
dan jihadnya. Oleh karena itu Islam memerangi setiap aliran atau sistem yang
menghalang-halangi wanita untuk melaksanakan risalahnya atau membahayakan bagi
pelaksanaan risalah itu atau menghancurkan kehidupannya.
Sesungguhnya setiap aliran atau sistem
yang berupaya mencabut wanita dari kerajaannya dan merampasnya dari suaminya dan
mencabutnya dari buah hatinya atas nama kebebasan atau dengan alasan bekerja
atau seni atau alasan-alasan lainnya, itu sebenarnya merupakan musuh bagi wanita
yang merampas segala sesuatu yang ada padanya dan tidak memberikan kesempatan
kepadanya sedikit pun, maka wajar jika Islam menolak itu
semua.
4. Sesungguhnya Islam ingin membangun
rumah tangga bahagia yang itu merupakan asas masyarakat yang bahagia pula. Rumah
tangga bahagia hanya bisa dibangun atas dasar tsiqaf (kepercayaan) dan
keyakinan, bukan atas dasar keraguan. Rumah tangga yang pilarnya adalah suami
isteri yang saling meragukan dan mengkhawatirkan adalah rumah tangga yang
dibangun di pinggir jurang, sedangkan hidup di dalamnya adalah neraka yang orang
tidak akan tahan.
5. Sesungguhnya Islam mengizinkan kepada
wanita untuk bekerja di luar rumah, selama pekerjaan yang ia lakukan itu sesuai
dengan tabiatnya, spealisasinya dan kemampuannya dan tidak menghilangkan naluri
kewanitaannya. Maka kerjanya diperbolehkan selama dalam batas-batas dan
persyaratan-persyaratan yang ada, terutama jika keluarganya atau dia sendiri
membutuhkan ia bekeria di luar rumah atau masyarakat itu sendiri memerlukan
kerjanya secara khusus. Dan bukanlah kebutuhan kerja itu hanya terpusat pada
sisi materi saja, tetapi kadang-kadang juga kebutuhan secara kejiwaan
(psikologis), seperti kebutuhan akan seorang pengajar secara khusus yang belum
menikah atau yang sudah menikah tetapi belum mempunyai anak, dan
sebagainya.
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
Oleh: DR. Yusuf Al-Qardhawi
Kunjungi juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar