Islam menekankan umatnya supaya
bercocoktanam dan mengangkat ke derajat yang tinggi serta memberikan pahala
kepada pelakunya. Tetapi di balik itu Islam sangat benci kalau umatnya itu
membatasi aktivitasnya hanya pada bidang pertanian atau terbatas bergelimang di
dasar laut.
Islam tidak senang umatnya menganggap
cukup dalam bertani saja dan mengikuti ekor lembu. Ini dapat mengurangi
keperluan umat yang sekaligus dihadapkan kepada suatu bahaya. Oleh karena itu
tidak mengherankan kalau Rasulullah s.a.w. pernah menegaskan, bahwa cara semacam
itu merupakan sumber bencana dan bahaya serta kehinaan yang meliliti umat.
Kenyataan ini dapat dibenarkan oleh keadaan.
Untuk itu maka Rasululiah s.a.w. telah
menyabdakan:
Kalau begitu, maka sudah seharusnya
disamping bercocok-tanam ada juga perusahaan dan mata-pencaharian lain yang
kiranya dapat memenuhi unsur-unsur penghidupan yang baik dan standard umat yang
tinggi dan bebas, serta negara yang kuat dan kayaraya.
Mata-pencaharian dan
perusahaan-perusahaan ini bukan hanya dipandang mubah oleh Islam, bahkan sesuai
dengan penegasan para ulama dipandangnya sebagai fardhu kifayah' dengan
pengertian, bahwa masyarakat Islami harus memperbanyak dari kalangan umatnya
orang-orang yang berpengetahuan, memperbanyak perusahaan dan mata-pencaharian
yang kiranya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat itu dan dapat mengatasi segala
urusannya. Maka apabila terjadi suatu kekosongan baik dari segi pengetahuan
ataupun perusahaan dan tidak ada yang mengurusnya, maka seluruh masyarakat Islam
itu akan berdosa, khususnya ulil amri (kepala exekutif) dan ahlul hili wal aqdi
(lembaga legislatif).
Imam Ghazali berkata: "Adapun yang
termasuk fardhu kifayah, yaitu semua ilmu yang sangat diperlukan sebagai
standard untuk mengurusi persoalan-persoalan duniawiah, seperti ilmu kedokteran,
karena dia itu amat dibutuhkan demi menjaga kestabilan badani dan seperti ilmu
hisab sebagai yang sangat dibutuhkan untuk urusan mu'amalat, pembagian wasiat,
waris, dan lain-lain.
Ilmu-ilmu ini kalau sesuatu negara itu
kekosongan orang-orang yang mengerti urusan tersebut, maka seluruh penduduk
negeri tersebut berdosa. Tetapi kalau ada seorang yang bekerja untuk persoalan
ini, sudah dianggap cukup dan gugurlah kewajiban itu dari yang
lain.
Justru itu tidak mengherankan kalau kita
katakan: Bahwa ilmu kedokteran (kesehatan) dan hisab termasuk fardhu kifayah.
Begitu juga pokok perindustrian seperti ilmu pertanian, pertenunan dan siasah
bahkan ilmu bekam dan klermaker termasuk juga fardhu kifayah. Sebab kalau suatu
negara kefakiman ahli bekam, niscaya kebinasaan mengancam, yang berarti pula
mereka menyerahkan dirinya kepada kebinasaan. Padahal Zat yang menurunkan
penyakit, Dia juga menurunkan obatnya dan Ia membimbing umat manusia untuk
menggunakan obat-obatan tersebut dan telah juga dipersiapkan cara-cara untuk
menemukannya. Oleh karena itu kita tidak boleh mencampakkan diri kepada
kebinasaan dengan cara meremehkan persoalan tersebut."
Al-Quran telah mengisyaratkan supaya
memperbanyak bidang-bidang perindustrian dengan disebutnya sebagai nikmat kurnia
Allah. Misalnya firman Allah yang menceriterakan tentang Nabi
Daud:
"Dan Kami lunakkan besi baginya. Hendaklah kamu membuat baju besi yang panjang dan ukurlah dalam lubangnya." (Saba': 10- 11)"Dan Kami ajar dia untuk membuat pakaian buat kamu untuk menjaga kamu dari bahayamu, apakah kamu mau berterimakasih?" (al-Anbiya': 80)
Kemudian tentang Nabi Sulaiman, Allah
berfirman juga:
"Dan Kami alirkan kepadanya mata air tembaga, dan dari antara jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya, dan barangsiapa yang berpaling di antara mereka dari perintah Kami, maka akan Kami rasakan dia dari siksaan api yang, menyala. Para jin itu bekerja untuk Sulaiman menurut apa yang ia inginkan, misalnya gedung-gedung yang tinggi, patung patung dan piring-piring model kolam dan kuali yang tetap. Kerjakanlah hai keluarga Daud dengan penuh kesyukuran." (Saba': 12-13)
Dan tentang Dzul Qarnain dengan
bendungan raksasanya (great wall) itu, Allah berfirman:
"Dia berkata: Apa yang Tuhanku tetapkan aku padanya lebih baik. Oleh karena itu bantulah aku dengan sungguh-sungguh, maka akan kubuat satu bendungan (pembatas) antara kamu dan mereka. Bawalah kepadaku kepingan-kepingan besi sehingga apabila sudah sama antara dua gunung itu, ia pun berkata: Tiuplah. Sehingga apabila ia telah jadikan api, maka ia berkata: Bawalah kepadaku akan kutuangi tembaga di atasnya. Dengan demikian maka mereka tidak dapat mendakinya dan tidak dapat melubanginya." (al-Kahfi: 95-97)
Selanjutnya tentang kisah Nabi Nuh
dengan cara membuat perahunya, dimana Allah memberikan isyarat betapa besarnya
perahunya itu bagaikan gunung yang akan mengarungi laut.
Maka firman Allah:
"Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah adanya perahu di laut bagaikan gunung." (as-Syura: 32)
Dalam beberapa surah, Allah banyak
menyebutkan tentang masalah cara-cara berburu dengan segala macam bentuk dan
jenisnya, sejak dari cara berburu ikan dan binatang-binatang laut sampai kepada
berburu binatang darat. Disebutkan juga bagaimana cara menyelam untuk
mengeluarkan lulu' (mutiara), marjan dan sebagainya.
Lebih dari itu semua, al-Quran telah
menyadarkan manusia akan nilai daripada besi yang belum pernah dibicarakan oleh
kitab-kitab agama sebelumnya. Maka setelah Allah menyebutkan tentang diutusnya
para Rasul dan diturunkannya kitab, kemudian Allah berfirman:
"Dan kami turunkan besi, yang padanya ada kekuatan yang sangat dan bermanfaat buat manusia." (al-Hadid: 25)
Oleh karena itu tidak mengherankan,
kalau surah yang membicarakan masalah besi ini disebut juga surah al-Hadid
(besi).
Seluruh perusahaan dan mata-pencaharian
yang dapat menutupi kebutuhan masyarakat atau yang dapat mendatangkan manfaat
yang nyata, maka semua itu termasuk amal saleh apabila semua itu dilakukan
dengan ikhlas dan dilaksanakan menurut perintah agama.
Islam menganggap tinggi beberapa
pekerjaan yang kadang-kadang oleh manusia dinilai sangat rendah, misalnya
menggembala kambing yang biasa diabaikan oleh manusia. Malah mereka tidak mau
menilainya sebagai pekerjaan yang baik. Namun Rasulullah s.a.w. tetap
berkata:
"Allah tidak mengutus seorang Nabi pun melainkan dia itu menggembala kambing. Waktu para sahabat mendengar perkataan itu, mereka kemudian bertanya: Dan engkau, ya Rasulullah? Jawab Nabi: Ya! Saya juga menggembala kambing dengan upah beberapa karat, milik penduduk Makkah." (Riwayat Bukhari)
Muhammad sebagai utusan Allah dan
penutup sekalian Nabi, juga menggembala kambing, dan itupun bukan kambingnya
sendiri tetapi ia menggembala dengan upah milik sebagian penduduk Makkah.
Diterangkannya ini kepada umatnya untuk mengajar mereka, bahwa kebesaran justru
dimiliki oleh orang-orang yang suka bekerja, bukan oleh orang yang suka
berfoya-foya dan penganggur.
Al-Quran pun mengkisahkan kepada kita
tentang kisah Nabi Musa a.s., bahwa dia juga bekerja sebagai buruh bagi seorang
yang sangat tua. Dia bekerja sebagai buruh selama 8 tahun sebagai persyaratan
untuk dikawinkan dengan salah seorang puterinya. Nabi Musa dinilai orang tua
tersebut sebagai pekerja yang baik dan buruh yang terpuji. Maka benarlah dugaan
puteri orang tua itu, di mana salah satunya ada yang berkata: "Hai, ayah!
Ambillah buruh dia itu, karena sebaik-baik orang yang engkau ambil buruh
haruslah orang yang kuat dan terpercaya." (al-Qashash: 26).
Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa Daud
bekerja sebagai tukang besi untuk membuat baju besi. Adam bekerja sebagai
petani, Nuh sebagai tukang kayu, Idris sebagai klermaker sedang Musa sebagai
penggembala kambing. (Riwayat Hakim).
Untuk itulah setiap muslim harus
menyiapkan diri untuk mencari pencaharian, sebab tidak seorang nabi pun kecuali
bekerja dalam salah satu lapangan pencaharian.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam salah satu
hadisnya mengatakan:
Halal & Haram Dalam Islam"Tidak makan seseorang satu makanan sedikitpun yang lebih baik, melainkan dia makan atas usahanya sendiri,dan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaanya sendiri." (Riwayat Bukhari)
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Kunjungi juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar