Penamaan shufi tidak
ditemukan secara pasti, dari kata apa asalnya. Ada perbedaan-perbedaan
pendapat mengenai asal kata shufi ataupun tasawuf. Ibnu Taimiyah menyebutkan
sebagian perbedaan-perbedaan yang ada sebagai berikut.
Dikatakan bahwa lafal
shufi itu dinisbatkan (disandarkan) kepada ahli shofah (penghuni lorong dekat
masjid Nabi). Ini tidak benar, karena kalau demikian maka pasti disebut
shofiy.
Ada pula yang
berpendapat, shufi itu dinisbatkan kepada shof depan di hadapan Allah. Ini pun
salah, karena namanya jadi shofiy juga.
Konon ada yang
menisbatkan shufi kepada Shufah bin Basyar bin Thanjah, satu kabilah dari
Bangsa Arab, mereka bertetangga dengan Makkah dari zaman dahulu kala.
Dinisbatkanlah orang-orang ahli ibadah (nassak) kepada mereka. Ini, walaupun
sesuai untuk penisbatan dari segi lafal yaitu tepat jadi "shufi" namanya,
namun penisbatan ini lemah juga. Karena mereka itu tidak terkenal dan tidak
populer bagi kebanyakan ahli ibadah. Dan seandainya ahli ibadah itu
dinisbatkan kepada mereka maka pastilah penisbatan ini sudah ada pada zaman
sahabat dan tabi'in serta para pengikut mereka yang pertama. Dan lagi pada
umumnya orang-orang yang berbicara mengenai nama shufi itu tidak mengetahui
kabilah ini, dan tidak suka kalau dinisbatkan kepada kabilah yang ada di zaman
jahiliyah dan tidak ada di zaman Islam.
Dan dikatakan --ini
terkenal-- bahwa shufi itu dinisbatkan kepada pakaian as-shuf/ bulu domba/
wool. (Majmu' Al-Fatawa oleh Ibnu Taimiyah 11/6 dan lihat 10/510 -20/150,
As-Sufiyah `Aqidah wa Ahdaf oleh Laila binti `Abdillah, Darul Wathan, Riyadh,
cet I, hal 1410H, hal 10-11).
Asal kata shufi dari
pakaian shuf (bulu domba) ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, karena kenyataan
yang ada pada masa Ibnu Taimiyah adalah mereka memakai pakaian kasar (bulu
domba), sebagai pengakuan untuk zuhud (menahan diri dengan tidak cinta
dunia), dan menampakkan kesederhanaan dan kemelaratan hidup di samping menahan
diri dari berhubungan dan minta-minta pada orang, dan mencegah diri dari air
dingin dan makan daging. Demikian pula mereka meninggalkan nikah. Sehingga
perbuatan mereka tidak sesuai dengan zuhud (tidak serakah) yang
disyari'atkan.
Nabi SAW telah
mengingkari orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan mencegah
diri dari makan daging atau nikah. seperti Hadits yang telah datang dalam
kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari Anas bin Malik, ia
berkata:
"Ada satu kelompok
sahabat yang datang ke rumah Nabi saw untuk menanyakan kepada isteri-isteri
beliau tentang ibadah beliau. Setelah mereka diberitahu keadaan ibadah
beliau, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit.
Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain, lalu mereka bertanya, di mana
posisi kita dibandingkan dengan Rasulullah saw padahal Allah telah mengampuni dosa beliau, baik yang
terdahulu maupun yang akan datang? Lalu salah seorang dari mereka berkata:
"Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka." Yang kedua
mengatakan: "Saya akan bangun (shalat) malam dan tidak tidur." Yang ketiga
berkata: "Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan kawin selama-lamanya." Lalu
Rasulullah saw datang kepada mereka seraya bersabda:
"Kamukah
yang telah berkata begini dan begitu tadi? Ketahuilah, demi Allah, akulah
orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan yang paling
bertaqwa kepada-Nya, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan
kawin dengan perempuan. Maka barangsiap yang membenci sunnahku bukanlah ia
dari golonganku." (HR Bukhari dan lainnya).
Ibnu Taimiyah dalam
menguatkan shuf (bulu domba) sebagai sebab penamaan shufi adalah karena mereka
terkenal dengan pakaian shuf (bulu). Itu hanyalah menyebutkan gejala mereka
pada masa itu dan sebelumnya, yaitu pakaian shuf untuk menampakkan zuhud.
Tetapi ada pendapat lain tentang penamaan itu menunjukkan sebagian
pemikiran mereka, yaitu pemikiran yang kembali kepada pemikiran-pemikiran kuno
seperti yang disebutkan oleh Al-Biruni Abu Ar-Rahyan yang menisbatkan tasawuf
kepada kata "Sofia" Yunani yaitu hikmah (filsafat), mengingat karena saling
dekatnya pendapat-pendapat antara pendapat orang-orang shufi dengan para
filosof Yunani kuno. (al- Tasawuf al mansya' wal mashadir, oleh Ihsan Ilahi
Dhahir, hal 33-34).
Tasawuf Belitan Iblis
- H Hartono Ahmad Jaiz –
Kunjungi juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar